Hariz Azhar bersama Wahyu Dhita Putranto, mendampingi kliennya usai sisang perdana di Pengadilan Negeri di hadapan awak media. (Foto: Humas GRIB Jaya Ponorogo)
Ponorogo - Polemik gugatan perdata senilai Rp50 miliar yang dilayangkan Samsuri, pedagang ayam asal Ponorogo, terhadap Bank Rakyat Indonesia (BRI) memasuki babak baru.
Setelah sidang perdananya pada Senin 21 April 2025 lalu ditunda, pernyataan resmi dari pihak BRI dan tanggapan tegas dari kuasa hukum penggugat saling bersahutan di ruang publik.
Melalui sebuah standby statement yang dirilis pada Selasa (22/4/2025), Pemimpin Kantor Cabang BRI Ponorogo, Agus Adi Hermanto menegaskan, bahwa proses penagihan telah dilakukan sesuai prosedur dan berdasarkan alamat yang tercantum di KTP debitur.
Ia menyebut bahwa tindakan tersebut dilandasi oleh surat pengakuan hutang yang disepakati kedua belah pihak.
“BRI menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan secara persuasif telah menemui nasabah yang bersangkutan dalam upaya mediasi,” ungkap Agus.
Ia juga menekankan bahwa BRI menjunjung tinggi prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam seluruh operasionalnya.
Namun, pernyataan tersebut langsung dibantah keras oleh kuasa hukum Samsuri dari Haris Azhar Law Office.
Melalui pernyataan tertulis yang dikeluarkan pada hari yang sama, Direktur LBH GRIB Jaya Ponorogo, DR(c) Wahyu Dhita Putranto, S.H., M.H., menyatakan bahwa kliennya, Samsuri, sama sekali bukan nasabah BRI dan tidak memiliki hubungan hukum dengan pinjaman yang dimaksud.
“Penagihan dilakukan di rumah yang bukan alamat sesuai KTP, yaitu di Jalan Parang Menang Gang I. Bahkan, yang ditemui adalah orang tua dari debitur sebenarnya. Stiker yang ditempel bertuliskan ‘Penghuni Rumah Ini...’ telah mempermalukan klien kami yang tidak terkait secara hukum,” tegas Wahyu.
Ia menyebut bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk intimidasi yang telah mencoreng harkat dan martabat kliennya.
“BRI tidak pernah melakukan kunjungan ataupun survei sejak awal pencairan. Bagaimana mungkin warga yang tak tahu-menahu bisa menjadi korban?” tambahnya.
Wahyu juga menuding, bahwa kampanye GCG oleh BRI tidak tercermin dalam kasus ini.
“Di lapangan, kami menemukan banyak dugaan fraud dan tindakan oknum yang merugikan masyarakat. Janganlah rakyat kecil seperti klien kami harus melawan institusi besar hanya untuk sekadar mendapatkan permintaan maaf,” pungkasnya.
Sengketa hukum ini mendapat sorotan luas dari masyarakat sipil, karena dianggap sebagai contoh ketimpangan dalam relasi antara warga dan institusi keuangan besar.
Sidang lanjutan perkara ini dijadwalkan kembali pada Senin 5 Mei 2025 mendatang, di Pengadilan Negeri Ponorogo. (Humas)
0 Komentar